Selasa, 07 Agustus 2012

Hukum Rokok yang masih KHILAF


ROKOK, tidak pernah dikenal dalam perkembangan islam awal sehingga tidak ditemukan dalil pasti mengenai status hukumnya. Inilah yang kemudian memantik perdebatan ulama mengenai hukum rokok; ada yang menghukumi mubah, makruh, dan bahkan haram.
Diantara ulama yang cenderung menghukumi mubah adalah syekh Ali al-Ajhuriy al-Maliki. Menurut beliau, setelah diteliti ternyata pendapat-pendapat ulama tentang hukum rokok adalah mubah. Bahkan, beliau menulis sebuah risalah tentang hukum kehalalan merokok. Didalam risalah tersebut, beliau mengutip beberapa fatwa ulama dari kalangan empat madzhab, diantaranya Imam al-Babili, Syekh Sulthan al-Mazzahi dan bahkan juga al-Imam 'Ali Sabramallisi dari madzhab Syafi'i.
Sayid Abdul Ghani an-Nablusi juga diantara ulama yang menyatakan mubah. Beliau juga menulis tentang kehalalan rokok. Dalam bagian tulisannya, an-Nablusi menyerang mereka yang menghukumi haram. “bagi mereka yang mengatakan rokok adalah haram atau makruh, harus bisa menampilkan dalilnya. Sebab, haram dan makruh adalah hukum syariah yang keduanya harus memiliki tedensi yang kuat. Dan, setelah aku teliti ternyata tidak ada dalil yang jelas mengenai rokok. Sebab, sifat memabukkan dan membahayakan pada rokok masih subyektif. Bahkan didalamnya juga terdapat manfaat bagi penggunanya.”

termasuk juga, Imam asy-Syaukani. Menurut beliau, hukum rokok tidak jelas dalilnya. Karena ketidak jelasan dalil itulah maka rokok masuk dalam kaedah “asal dari semua sesuatu itu adalah halal selagi tidak ada dalil yang mengharamkannya”. Bahkan asy-Syaukani juga menyerang yang mengatakan haram “mereka yang mengatakan rokok itu haram harus menampilkan argumennya dan tidak cukup hanya mengatakan kata ini dan itu”.
Adapun diantara ulama yang menyatakan haram, seperti Abul 'ala al-Mubarakfuri dan ulama lainnya. Bahkan al-Mubarakfuri sempat menyangkal alasan asy-Syaukani diatas dalam kitabnya Tuhfah al-Ahwadzi. Beliau mengatakan “memang betul apa yang dikatakan asy-Syaukani bahwa asal dari setiap sesuatu adalah halal jika memang tidak ada dalil yang melatarinya. Kita semua tau tentang hal itu. Akan tetapi, jika benda itu memiliki dampak negatif secara cepat atau lambat, tentu masalahnya lain. Kenyataannya orang yang makan tembakau atau menghisap asapnya memiliki reaksi negatif yang sedemikian cepat.
Al-mubarakfuri juga menantang dengan melakukan tes, “jika masih ragu akan pengaruh negatif dari rokok, silakan makan seperempat dirham atau seperenam dirham tembakau saja. Kita akan lihat, bagaimana reaksinya. Tembakau akan membuat kepala pusing, dan pandangan akan kabur. Ini menjadi bukti jelas bahwa tembakau sangat berbahaya pada tubuh. Jadi, tanpa diragukan lagi rokok adalah haram karena termasuk menyiksa pada diri sendiri, dan itu jelas dalam agama sangatlah dilarang.”
pendapat yang moderat adalah yang mengatakan makruh. Termasuk didalamnya, Syekh abu Sahal Muhammad bin al-Wa'idz al-Hanafi yang menyatakan hukum rokok adalah makruh. Kemakruhan rokok ini lebih disebabkan, karena rokok dapat memunculkan bau yang tidak sedap pada penggunannya dan termasuk menggunakan harta pada hal yang kurang bermanfaat. Dalalm hal ini, dalil tentang kemakruhan rokok masih qath'i, sedangkan dalil tentang keharamannya masih dzanni. Sebab mengkonsumsi benda yang dpat menimbulkan bau tidak sedap hukumnya makruh, sebagaimana bawang merah dan bawang putih.
Dari beberapa pendapat diatas kita akui bahwa hukum rokok adalah khilaf. Meskipun demikian dalam kitab Bughiyah al-Mustarsyidin disebutkan, meski berbeda pandangan antara halal dan haram, dan itu merupakan realita dikalangan madzhab, tapi jika ternyata penggunaan rokok menyebabkan terjadinya mudharat pada akal atau badan pemakainya maka semestinya merokok adalah haram baginya, sebagaiman haramnya madu bagi penderita panas yang dapat membahayakan pada tubuhnya. Dan jika nantinya dijadikan obat, hukumnya adalah boleh. Bahkan bisa sunnah sebagaimana hukum berobat dengan benda najis.


Tuhfah al-ahwadzi, 5/324
bughiyah al-mustarsyidin, 189

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Y
L
E
V
O
L
Y
M
U
E
V
O
L
I